PEMBUNGKAM SUARA MELALUI RASISME 15 AGUSTUS -23 SEPTEMBER 2019

PEMBUNGKAM SUARA MELALUI RASISME 15 AGUSTUS -23 SEPTEMBER 2019

Ungkapan Sejarah Rasialisme Terhadap OAP. 

Sejarah Rasisme di Surabaya, Malang pada tanggal 15 s/d 16 Agustus Hingga bergejolak di Tanah Papua yang membuat Amarah OAP di seluruh Tanah Air West Papua. 


Rasisme Sistemik Terhadap Orang Papua masih Terus terjadi dari Tahun ke Tahun.

Kasus pelanggaran HAM serupa yang diawali dengan rasisme di negara ini tidak hanya terjadi Sebanyak kali, dan sebagian besar kasus tidak selesai sampai Saat ini. Aritnya Negara Indonesia masih Memelihara Rasisme.

Dan dari Tahun 2019
“Banyak pembela HAM, Aktivis dan masyarakat sipil  yang ikut melakukan aksi protes damai, ditangkap dan dipenjara atas tuduhan makar. Padahal apa yang mereka lakukan tidak melanggar hukum dan tidak ada unsur pidananya.

Dan juga kami  Tahu Sudah banyak contoh di mana aparat keamanan melakukan perbuatan rasis terhadap Mahasiswa Papua yang sampai hari ini terlihat adalah insiden di Surabaya dan Malang pada tahun 2019. Aparat justru merespon protes para mahasiswa dengan brutal, sama sekali tidak menunjukan sikap penegakan HAM untuk ukuran aparat negara.”

“Sikap rasisme itulah yang pada akhirnya memicu pada pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi. Padahal seharusnya negaralah yang menjadi contoh anti rasisme.”

“Insiden di Amerika sudah seharusnya menjadi cerminan bagi aparat negara untuk mulai lebih menunjukan sikap anti diskriminasi dan sepenuhnya melindungi hak-hak sipil warga negara untuk menyampaikan pendapat. Bisa dilihat di Amerika banyak masyarakat yang marah atas tindakan rasisme polisi setempat. Hal tersebut juga sedang dirasakan oleh banyak warga negara kita terhadap saudara-saudara kita di Papua.”

“Hal pertama yang mungkin bisa dilakukan pemerintah untuk mulai menunjukan sikap anti rasisme mereka adalah dengan membebaskan para tahanan nurani Papua yang saat ini masih mendekam di penjara dan menghentikan segala pembungkaman kebebasan sipil di tanah Papua.”

A. Rasisme Terhadap Aliansi Mahasiswa Papua (AMP).

Latar belakang

Pada bulan Agustus 2019, unjuk rasa menentang rasisme terhadap pelajar Papua di Surabaya meletus di beberapa daerah di Indonesia. Di ibu kota Jawa Timur itu, sebuah organisasi masyarakat setempat menyerang asrama mahasiswa Papua, menuduh mereka membuang bendera nasional Indonesia ke selokan sebelum perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, dan melakukan penghinaan dengan kata-kata termasuk “monyet,” “anjing,” “binatang,” dan “babi.”

Alih-alih membubarkan kerumunan yang menyerang pelajar Papua, polisi justru mengepung asrama dan meminta mereka untuk menyerahkan diri.

Pengunjuk rasa terus memprotes rasisme, namun polisi merespon secara berlebihan dengan menembakkan gas air mata dan menangkap 43 pelajar Papua. Polisi menangkap mereka untuk diinterogasi, tetapi membebaskan mereka setelah tidak menemukan bukti bahwa mereka telah melecehkan bendera Indonesia.

Pada bulan yang sama di Malang, Jawa Timur, sekelompok pelajar Papua melakukan protes untuk menolak Perjanjian New York 1962, yang mengalihkan kendali wilayah Papua dari Belanda ke PBB. Demonstrasi terus berlanjut meskipun polisi menolak untuk memberikan izin kepada pelajar Papua di Malang untuk mengadakan protes, dengan “alasan keamanan”.

Situasi memburuk ketika kelompok masyarakat di Malang menyerang para pengunjuk rasa, dan Wakil Walikota Malang membuat pernyataan yang dianggap meresahkan komunitas Papua: “Ya dilihat dulu, yang namanya Pak Kapolres sudah bekerja ini…lakukan apa nanti salah satunya opsi itu yang sudah pernah dilakukan (pemulangan ke Papua tahun 2016).”

Aparat keamanan sering menggunakan tindakan represif terhadap aktivis yang menyuarakan penentuan nasib sendiri di Papua, seperti lewat pasal karet yang melarang protes damai, penangkapan massal, dan penuntutan berdasarkan pasal-pasal pemberontakan (makar) dalam KUHP (kebanyakan berdasarkan Pasal 106 dan 110 untuk kejahatan terhadap keamanan negara). Dengan meningkatnya aktivisme politik pro-kemerdekaan di Papua dalam satu dekade terakhir, terutama yang dipimpin oleh pelajar dan kaum muda, tren represif ini meningkat.

Sebagai penandatangan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Indonesia diwajibkan untuk menahan diri dari tindakan yang akan melemahkan tujuan perjanjian. Pasal 19 ICCPR dan Komentar Umum No. 34 tentang Pasal 19 ICCPR secara khusus melindungi hak atas kebebasan berekspresi.

Hal ini juga terkait erat dengan kebebasan berserikat – hak untuk membentuk dan bergabung dengan kelompok, golongan, serikat pekerja atau partai politik manapun yang dipilih, dan kebebasan berkumpul secara damai – hak untuk mengambil bagian dalam demonstrasi damai atau pertemuan publik.

Amnesty tidak mengambil posisi apa pun terkait status politik provinsi mana pun di Indonesia, termasuk seruan untuk kemerdekaan atau penentuan nasib sendiri. Namun, kami menganggap bahwa hak atas kebebasan berekspresi mencakup hak untuk mengadvokasi kemerdekaan atau solusi politik lainnya secara damai yang tidak melibatkan hasutan untuk diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.
B. Gejolak Rasisme MenimbulKan Amarah OAP Di Negeri West Papua

Setelah Kejadian yang terjadi di Surabaya-Malang 15 s/d 17 Agustus di Malang terhadap Aliansi Mahasiswa Papua. Membuat Masyarakat West Papua tidak bisa tinggal Diam dan melihat Hujatan Rasialisme yang di ucapkan oleh Rakyat Indonesia kepada AMP yang ada di kota Sentral Malang. 

Dengan demikian Rakyat West Papua dari Sorong-Merauke Melakukan Aksi Demo untuk Menyampaikan Rasa Kekesalannya Kepada Pemerintahan Indonesia. Namun Pemerintah Indonesia Mengerahkan TNI dan POLRI untuk menghadang masa masyarakat di seluruh Tanah Air West Papua. Akibatnya Beberapa Kabupaten di Papua Mengalami Bentrokan Antara Rakyat Papua Melawan TNI, POLRI, BRIMOB dan Di bantu Oleh ORMAS Non Papua (Masyarakat Pendatang). Bentrokan yang terjadi di beberapa Kabupaten seperti, Sorong, Jayapura, Wamena, Timika, Merauke, Puncak Jaya, Yahukimo dan 46 Kabupaten lainnya juga mengalami hal yang sama. Dan Beberapa Kabupaten masyarakatnya mengungsi di hutan, seperti Nduga, Lanny Jaya, Begunungan Bintang Puncak Jaya, Timika, Yahukimo dan Wamena. Masyarakat Mengalami Tauma akibat Ulah TNI POLRI di Tanah Papua, Setelah Rasisme itu. 


Suara Masyarakat dan Aspirasi Masyarakat Dibungkam secara mentah-mentah oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Pak Presiden Jokowi tidak mendengar suara masyarakat Papua. Presiden menjadikan Papua Lahan Pembantaian Orang Asli Papua, Melalui berbagai cara. Yang Di lakukan oleh Security kolonial Indonesia terhadap Aktivitas, AMP, Ibu² Papua, Pdt² Gereja Dan Masyarakat Asli Papua. Dimana TNI/POLRI Membunuh beberapa Pdt, Wanita, Para pria yang di kubur hidup di Nduga. Dan masih banyak lagi pembunuh, pembantaian secara berkala dan masif terustruktur Untuk menghabiskan OAP Oleh Pemerintah kolonial Indonesia. 

Masyarakat Papua yang meminta Hak Menentukan Nasibnya Sendiri, Di anggap sebagai Teroris, Masyarakat Papua Meminta Referendum, Pemerintah Indonesia menganggap Masyarakat Papua Sebagai Pembuat Makar di dalam Bingkai NKRI. 

Manusia Papua Diangkap Binatang, setelah Pemerintah Indonesia mengatakan OAP Hewan, Bintang, lalu di Buruh di jalanan dan di bunuh secara sadis. Inilah yang membuat Kami OAP Tidak Nyaman berada di dalam bingkai NKRI dan UUD 1954 serta Bineka Tunggal Ika yang telah GAGAL untuk OAP.

Hujatan Rasisme ini selalu di ucapkan oleh Rakyat Indonesia entah itu, Guru di sekolah, Host di acara Tv, Penuslis buku, Pembuat konten di Youtube, fasebook TNI, Polri, Pelawak, komedi Kolonial Indonesia, sering Kali mengata-katai orang Asli Papua dengan sebutan Semua Yang Ada Di Kebun Binatang, Menjadi Panggilan Bagi OAP. Hal inilah yang Membuat kami OAP tidak Terima di katai Seperti itu, Sehingga Masyarakat/Rakyat Papua Menyampaikan Kepada Pemerintah Indonesia untuk Di berikan Hak Hidup Sendiri. Namun Kolonial Indonesia tidak Mau melepaskan Bangsa Papua. 

Sungguh Aneh Tapi Nyata Pemerintah Kolonial Indonesia ini. Mengatakan OAP Dengan Julukan Monyet dll, mengapa tidak memberikan Hak Untuk monyet hidup sendiri!. Woow Aneh ya.


Ya ya ya, kita Semua Alasannya! Pemerintah kolonial Indonesia Rupanya takut Miskin Karena ATM terbesar dan Harta Terbesarnya ada di WEST PAPUA istilahnya Dapur tempat isi perut Pemerintah Kolonial Indonesia. 

Jadi setiap Kata-kata Rasis yang di ucapkan oleh Pihak negara Kolonialis Indonesia. Adalah Hanya Untuk memancing Amarah OAP. Dengan cara seperti mereka dengan mudah mengetahui kelemahan OAP. Dan membunuh serta menghabiskan OAP dengan Mudah.

Bangsa Indonesia sudah, Sedang dan akan Memelihara Peliharaan Mereka Yaitu Rasialisme Sebagai Senjata Jitu Negara Rasis +62. 
Rasisme ini bukan hal baru, Namun beberapa Negara Maju dan Negara Perkembang Sedang Memperaktekan Cara ini dari pepujutan mereka, seperti Amerika Serikat, China, Jerman, Italia, India Dan Indonesia. Hal ini yang mereka Praktekan kepada Orang-orang berkulit Hitam keriting Rambut. Karena Negara² ini merasa bahwa orang-orang yang berkulit Putih dan berambut Lurus ada spesies Manusia yang Sempurna. Angkapan ini yang membuat mereka merasa Klas yang super power dan otoriter dari klas golongan manusia lainnya. 


C. Hari Pembungkaman AOP 1'025 Suara

New York Agreement 15 Agustus  1962 Adalah Awal dari Pembugkaman Hak Asasi Manusia Papua. Yang di sepakati oleh Pemerintah Indonesia dan Belanda, dimana Amerika menjadi dalang dibalik Perjanjian New York ini. Pada saat itu jumlah penduduk OAP lebih dari 809.337 Jutah. Jika di catat penduduk AOP pada saat itu pasti lebih. Dan dengan suara sebanyak ini Pada saat itu PAPUA bisa Merdeka. Namun naasnya saat perundingan perjanjian itu adalah awal dari, di mulainya penjajahan bangsa kolonial di atas tanah Papua. Karena melalui rekayasa perjanjian Ilegal (New York Agreement) ini di lakukan tanpa sepengetahuan semua OAP  dari Sorong s/d Merauke. Ini adalah pembungkaman Suara Rakyat Papua dan dimana terulang kembali pada tahun 1969 14 juli 
s/d 12 Agustus 1969 dari kota Merauke-Kota Holandia. Dimana Pada saat itu 1,025 suara ini di bungkam melalui sogokan uang, kapak besi dan garam. Supaya mereka 1,025 orang ini memilih untuk masuk dalam Bingkai negara kolonial Indonesia. 

Jadi awal Rasisi itu di mulai oleh Kolonial Indonesia Terhadap Rakyat Papua, Dengan kata-kata Hujatan Merasis OAP. Dimana Pada saat OAP memperingati 15-16 Agustus 1962 sebagai tanggal awal Penjajah, Diskriminasi, Pembrutalan, Pemperkosaan, Intimidasi, Pembungkaman dll. 

D. Pembungkaman Suara Ini Terulang Kembali 16 Agustus 2021
1. Pada saat Pdt Dr Benny Giay Ketua Sinode Gereja Kingmi  pada awalnya sudah menyurati pemerintah Indonesia yang di wakili  yaitu kapolda yang ada di Kota Jayapura. Bahwasanya Beliau dan Rakyat Papua akan melakukan Doa Jam 10:00-12:00,wpt. Lalu akan pulang kembali di Depan gedung DPR dalam memperingati Hari Ilegal bagi OAP 16 agustus 1962.
Namun lagi-lagi terjadi pembungkam Suara yang di lakukan oleh pihak kepolisian kolonial Indonesia terhadap beliau Pdt.Dr Benny Giat dan kawan²nya yang mau melakukan Doa di depan gedung kantor DPR di kota Jayapura. 
2. Terjadi pembungkam Suara Rakyat yang di wakili Ketua KNPB AGUS KOSSAY dan kawan²nya yang di pukuli hingga kepala pecah, dan luka-luka di sekujur tubuh dari kepala sampai kaki. Dimana situasi ini terjadi pada saat yang sama dan kota yang sama di Jayapura. 


3. Di kota sumahai ( kota dekai yahukimo) masa pendemo yang yang melakukan aksi damai untuk membebaskan Tuan VY Jubir KNPB Internasional, yang saat ini di Tahan dalam Kurungan Penjara Sampai mengalami Sakit Paru-paru Basah dan sakit maag. Sehingga kondisi fisik Tubuh Tuan VY mengalami Kesakitan parah dan menurun drastis. 

Pada saat aksi damai itu 8 orang di pukul hingga di tahan dan satu orang di tembak di bagian Tulang Rusuk. Dan ini menjadi Pembungkam Suara dan Aspirasi Rakyat yang di tolak oleh pihak pemerintah Kolonial Indonesia.

pada hal Negara kolonial Indonesia membuat  UUD 1945 Berbunyi  Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi " "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
Tapi mereka sendiri yang melangkar uudnya sendiri. 

Negara yang tidak tetap pada pendirian dan kata-katanya tidak di lakukan. Negara ini menelanjangi pemerintahannya sendiri dan masyarakatnya hingga aparatnya juga.

E. Kesimpulan

1. Ujaran Rasisme 15-17 Agustus di surabaya-malang adalah Penyerangan yang dilakukan oleh TNI, POLRI, BIN, dan Ormas kepada AMP. Dimana strategi ini sudah di Rancang oleh BIN untuk menyerang AMP Kota Malang dan membungkam Suara MAHASISWA SEJAWA BALI (AMP). 

2. NEW YORK AGREEMENT 15-16 Agustus 1962 adalah Ilegal bagi bagi OAP Dan Tidak Sah Bagi OAP.  karena Perjanjian ini Semua Rakyat Papua Ingin Merdeka Sendiri dan berdiri Sendiri. Namun As, Belanda dan Kolonial Indonesia memaksakan Wilayah Papua untuk masuk dalam Bingkai Kolonial Indonesia.

3. 16 Agustus 2021 adalah tanggal untuk Memperingati dan Turut Berduka Yang Mendalam Atas Penderitaan BANGSA WEST PAPUA di bawa Tawanan Bangsa Kolonial Indonesia dan Bangsa Imperialisme Barat. 

4. Dan Menyerukan Suara Hati Kecil Rakyat Papua untuk membebaskan Tuan Victor Yeimo Jubir Internasional.

5. Di mana Rombongan Pdt.Dr Benny Giay Di hadang Oleh Anjing Penjaga Kolonial Indonesia dan Pemukulan terhadap Ketua KNPB AGUST KOSSY. dan Pembungkaman Suara Aspirasi Rakyat Yang kesekian kalinya. 

6. Pembungkam suara AMP, EXSODUS, KNPB, RAKYAT OAP di seluruh Penjuru Bumi Cendrawasih dan Di kota Sentral Senusantara kolonial Indonesia. 

F. Pesan 
Pesan dari penulis buat anda yang membaca entah anda itu kita satu jalur harga mati untuk Papua. Dan entah itu anda Rakyat kolonial Indonesia. Anda ingat Bahwa PAPUA SUATU SAAT AKAN MERDEKA DAN BERDIRI SENDIRI DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI. 

Buat Anda ketahui  Kolonial Indonesia, Sampai kapan pun anda berusaha mengindonesian OAP. Sampai kapan pun tidak akan Bisa merupa Jati Diri OAP dari Nenek Moyang Sampai Generasi Berikutnya juga. Kami suatu saat akan berbalik Membungkam SYSTEM kalian. 


Semoga bermanfaat bagi anda yang membaca. 

Ayo GP3, waktunya kita Bangkit dan lawan dengan Ilmu dan kepandaian Otak. Dan mari kita persatu bangun West Papua.

Agamua-Holandia 16-17 Agustus 2021

Penulis:
 Kotekamalik, ACP dan C73Dy 🖋


 

Comments

Popular posts from this blog

"WANITA HEBAT TANPA LELAH" "Malaikat Bernoken"

Manusia dan Air memiliki sifat yang Arogan

KARYA BUSANA RAJUTAN TANGAN (Mom Melanesia)